Skip to main content

Sejarah Desa Gerduren

Sejarah desa Gerduren tidak bisa dilepaskan dengan sejarah lengger di desa tersebut, pada zaman dahulu kira-kira tahun 1813 daerah Gerduren digunakan sebagai tempat penggembala kerbau dari hulu sampai hilir sepanjang luas daerah tersebut, dahulu daerah tersebut dialiri oleh Sungai Tajum. Karena daerahnya sangat subur dekat dengan aliran sungai, maka penguasa Pasir Luhur pada saat itu, R. Tumenggung Tejakusuma memanfaatkan daerah tersebut untuk menggembala kerbau dan mengembangbiakannya, yang bertugas merawat dan mengawasi di daerah tersebut bernama Mbah kasut, orang asli dari Pasir Luhur.

Pada awalnya Mbah Kasut di daerah tersebut hidup sebatang kara karena merasa kesepian namun tugas itu tidak mungkin untuk ditinggalkan sebagai bentuk pengabdian kepada penguasa setempat, maka beliaupun memanggil istri dan saudara-saudaranya untuk tinggal di daerah tersebut, orang pertama yang menginjakan kaki di desa tersebut menurut cerita yang berkembang di masyarakat adalah Mbah Kasut. Aktivitas beliau selain menggembala kerbau adalah bertani untuk menyukupi kebutuhan sehari-hari, di dalam perkembangannya banyak orang yang datang dari Pasir Luhur untuk menetap di situ karena memang daerah tersebut mengandung daya tarik karena kesuburan tanahnya yang dialiri oleh aliran Sungai Tajum (wawancara dengan Tamiaji pada tanggal 15 Mei 2012).

Sampai pada suatu masa daerah tersebut kedatangan seseorang, tersebutlah nama Ki Warga Dipa yang kelak akan menjadi lurah pertama di desa tersebut, mengenai asal usul Ki Warga Dipa sendiri bapak Tamiaji mengatakan bahwa dia berasal dari daerah Bagelen sekarang Purworejo, yang kemudian lari dari daerahnya karena memberontak kepada ayahnya sendiri, Ki Warga Dipa melakukan pemberontakan disebabkan karena beliau tidak dipercaya untuk meneruskan kedudukan ayahnya menjadi seorang lurah di Bagelen, bahkan menurut cerita yang berkembang di masyarakat beliau juga sempat membunuh beberapa orang yang ditunjuk oleh ayahnya untuk menjabat sebagai lurah desa bagelen karena merasa dirinyalah yang berhak menggantikan posisi ayahnya  di desa tersebut.

Ketika menjadi buronon oleh orang suruhan ayahnya sendiri Ki Warga Dipa akhirnya sampai ke pesisir daerah pantai Cilacap, namun di sana beliau tidak merasa aman karena masih dekat dengan daerah bagelen dan pada saat itu keberadaanya di desa pesisir sudah mulai tercium. Hingga beliau akhirnya memutuskan untuk pergi dari daerah tersebut hingga sampailah ke hutan belantara dekat Sungai Tajum, disana beliau menetap dan bertani untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, Ki Warga Dipa tergolong pada saat itu adalah orang yang berilmu kanuraga yang tinggi namun beliau tidak pernah mau menunjukan kehebatanya, aura Ki Warga Dipa memang tidak bisa dihilangkan walaupun penampilannya sederhana, tetapi masyarakat di daerah tersebut sangat menghormati Ki Warga Dipa, aktivitas sehari-harinya adalah bertani seperti orang-orang pada umunya di daerah tersebut.
 
Latar Belakang Asal Mula Nama Gerduren.

Ada beberapa sumber yang mengatakan mengenai asal usul dari kata Gerduren yang pertama adalah:

1.    Gerduren berasal dari kata Gardu dan buah Duren, gardu berarti tempat isitirahat dan duren berasal dari buah durian. Konon ceritanya dahulu ada prajurit dari Pasir Luhur yang sedang melakukan perjalanan ke arah barat untuk menghadap ke Raja Pajajaran didalam perjalanan parjaurit itu lelah kemudian beristirahat di Gardu (gubug) tempat untuk beristirahat, di sebelah gardu itu ada pohon Durian maka prajurit itupun menamakan tempat tersebut menjadi Gerduren. Berasal dari kata Gardu dan buah Duren.

2.    Gerduren penjabaranya adalah segere kudu leren (Bahasa Jawa) yang atinya ketika orang pendatang dari luar desa Gerduren, ingin menikmati keindahan desa Gerduren maka harus istirahat di desa tersebut terlebih dahulu sehingga baru bisa menikmati segere (keindahan) desa Gerduren.

3.    Gerduren berasal dari kata Igir dan Duren. Igir menurut kamus bahasa jawa yang ditulis oleh Ahmad Tohari Igir berarti bukit, sedangkan duren berasal dari kata buah Durian. Kalau digabungkan menjadi bukit duren. Di desa Gerduren sendiri terdapat Grumbul yang bernama Igir duren (bukit durian) asal muasal penamanan desa Gerduren juga dari daerah sana sekarang masuk wilayah dusun I sebelah utara desa atau yang masyarkat disana sering menyebut dengan dusun Lor.

4.    Penamaan Gerduren berawal dari seorang petapa yang ingin mengabdi ke Pasir Luhur didalam perjalan petapa itu berisitirat. Ketika sedang duduk petapa itu melihat buah yang bentuknya dibungkus Ri (duri), yang berbau menyengat seperti madu, merasa penasaran petapa itu membuka buah itu dan merasakan kenikmatan rasa yang belum pernah dia rasakan seger tapi wujudnya berduri sehingga petapa itupun menyebut daerah itu Gerduren berasal dari kata Seger dan Duri yang digabungkan.

Comments

Popular posts from this blog

Majalah Banyumasan Ancas

Majalah ANCAS adalah majalah bulanan. ANCAS merupakan majalah pertama di wilayah Banyumas yang menggunakan bahasa Jawa Banyumasan. Terbitnya majalah ANCAS dilatarbelakangi oleh keprihatinan para pendiri ANCAS atas fenomena semakin hilangnya bahasa Banyumasan sebagai ciri khas budaya Banyumas yang cablaka, terutama dikalangan anak-anak muda Banyumas. Berdirinya majalah ANCAS tak lepas dari peran “orang-orang” Yayasan Sendang Mas. Organisasi ini pernah membidani transformasi Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Banyumas menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3. Setelah mengawal sekolah ini hingga berstatus negeri, salah satu anggota, Ahmad Tohari ngotot mempertahankan lembaga tersebut. Dia mengusulkan untuk menerbitkan sebuah media guna membantu pemerintah melestarikan bahasa dan sastra daerah. Atas prakarsa orang-orang tersebut, mereka kemudian melakukan musyawarah untuk merintis penerbitan media cetak dengan menggunakan bahasa Banyumasan dalam format majalah yang terbit

Bila Tiba Waktu Berpisah

Di bawah naungan langit biru dengan segala hiasannya yang indah tiada tara Di atas hamparan bumi dengan segala lukisannya yang panjang terbentang Masih kudapatkan dan kurasakan Curahan  rahmat dan berbagai ni'mat Yang kerap Kau berikan Tapi bila tiba waktu berpisah Pantaskah kumemohon diri Tanpa setetes syukur di samudera rahmat-Mu Di siang hari kulangkahkan kaki bersama ayunan langkah sahabatku Di malah hari kupejamkan mata bersama orang-orang yang kucintai Masih kudapatkan dan kurasakan Keramaian suasana dan ketenangan jiwa Tapi bila tiba waktu berpisah Akankah kupergi seorang diri Tanpa bayang-bayang mereka yang akan menemani Ketika kulalui jalan-jalan yang berdebu yang selalu mengotori tubuhku Ketika kuisi masa-masa yang ada dengan segala sesuatu yang tiada arti Masih bisa kumenghibur diri Tubuhku kan bersih dan  esok kan lebih baik Tanpa sebersit keraguan Tapi bila tiba waktu berpisah Masih adakah kesempatan bagiku Tuk membersih