Skip to main content

Jadilah Biasa, Itu saja

Kau tak harus sekolah tinggi-tinggi 
Jika keangkuhanmu juga masih meninggi
Kau juga tak perlu jadi pekerja keras
Jika pekerjaanmu masih jauh dari kata ikhlas
Kau juga tak perlu mencintaiku 
Jika karena soal cinta kau masih mengaku-aku

Jadilah biasa, meski keberadaanmu tak dirasa
Kau tahu angin? Dia bisa datang memberi lalu kemudian pergi begitu saja
Kau juga harus belajar mendinginkan seperti dia 
Kau juga harus kenal air 
Belajarlah juga darinya, sebab dia bisa sangat menenangkan dahaga

Kau tak perlu lah ikut-ikutan seperti mereka 
Ingat, kita begitu kecil. 
Buat apalah membesar-besarkan diri
Kau juga tak perlu merasa paling benar
Apa, kau katakan itu prinsip?
Ingat, bukankan itu hanya soal sudut pandang

Yang aku ingin, jadilah biasa
Meski kita harus tersingkir 
Meski kita harus direndahkan
Meski kita sering dikecewakan 
Atau mungkin kita malah diasingkan

Bukankah kita masih bisa bergandeng tangan berdua
Masih bisa bercerita dengan nada pelan
Masih tak kalah bahagia dengan mereka
Masih bisa saling menguatkan di atas segala upaya

Mari sini mendekatlah 
Walau dunia tak mau mendengar
Kau cukup bercerita padaku saja
Luapkanlah pada sisi cerita hidup kita 
Tentang seluk beluk isi dunia 
Dan tentang-Nya yang masih tanda tanya.

2 Mei 2017


Comments

Popular posts from this blog

Majalah Banyumasan Ancas

Majalah ANCAS adalah majalah bulanan. ANCAS merupakan majalah pertama di wilayah Banyumas yang menggunakan bahasa Jawa Banyumasan. Terbitnya majalah ANCAS dilatarbelakangi oleh keprihatinan para pendiri ANCAS atas fenomena semakin hilangnya bahasa Banyumasan sebagai ciri khas budaya Banyumas yang cablaka, terutama dikalangan anak-anak muda Banyumas. Berdirinya majalah ANCAS tak lepas dari peran “orang-orang” Yayasan Sendang Mas. Organisasi ini pernah membidani transformasi Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Banyumas menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3. Setelah mengawal sekolah ini hingga berstatus negeri, salah satu anggota, Ahmad Tohari ngotot mempertahankan lembaga tersebut. Dia mengusulkan untuk menerbitkan sebuah media guna membantu pemerintah melestarikan bahasa dan sastra daerah. Atas prakarsa orang-orang tersebut, mereka kemudian melakukan musyawarah untuk merintis penerbitan media cetak dengan menggunakan bahasa Banyumasan dalam format majalah yang terbit

Sejarah Desa Gerduren

Sejarah desa Gerduren tidak bisa dilepaskan dengan sejarah lengger di desa tersebut, pada zaman dahulu kira-kira tahun 1813 daerah Gerduren digunakan sebagai tempat penggembala kerbau dari hulu sampai hilir sepanjang luas daerah tersebut, dahulu daerah tersebut dialiri oleh Sungai Tajum. Karena daerahnya sangat subur dekat dengan aliran sungai, maka penguasa Pasir Luhur pada saat itu, R. Tumenggung Tejakusuma memanfaatkan daerah tersebut untuk menggembala kerbau dan mengembangbiakannya, yang bertugas merawat dan mengawasi di daerah tersebut bernama Mbah kasut, orang asli dari Pasir Luhur. Pada awalnya Mbah Kasut di daerah tersebut hidup sebatang kara karena merasa kesepian namun tugas itu tidak mungkin untuk ditinggalkan sebagai bentuk pengabdian kepada penguasa setempat, maka beliaupun memanggil istri dan saudara-saudaranya untuk tinggal di daerah tersebut, orang pertama yang menginjakan kaki di desa tersebut menurut cerita yang berkembang di masyarakat adalah Mbah Kasut. Aktiv

Bila Tiba Waktu Berpisah

Di bawah naungan langit biru dengan segala hiasannya yang indah tiada tara Di atas hamparan bumi dengan segala lukisannya yang panjang terbentang Masih kudapatkan dan kurasakan Curahan  rahmat dan berbagai ni'mat Yang kerap Kau berikan Tapi bila tiba waktu berpisah Pantaskah kumemohon diri Tanpa setetes syukur di samudera rahmat-Mu Di siang hari kulangkahkan kaki bersama ayunan langkah sahabatku Di malah hari kupejamkan mata bersama orang-orang yang kucintai Masih kudapatkan dan kurasakan Keramaian suasana dan ketenangan jiwa Tapi bila tiba waktu berpisah Akankah kupergi seorang diri Tanpa bayang-bayang mereka yang akan menemani Ketika kulalui jalan-jalan yang berdebu yang selalu mengotori tubuhku Ketika kuisi masa-masa yang ada dengan segala sesuatu yang tiada arti Masih bisa kumenghibur diri Tubuhku kan bersih dan  esok kan lebih baik Tanpa sebersit keraguan Tapi bila tiba waktu berpisah Masih adakah kesempatan bagiku Tuk membersih