Skip to main content

Goresan cinta untuk Miena


Ketika itu aku baru masuk di smp N 6 purwokerto, dan selang beberapa minggu ada kegiatan Jumbara PMR di desa Wlahar Wangon, dari sekolah aku mendapatkan tugas bersama pak Bambang untuk mendampingi anak-anak, karena masih tergolong baru di sekolahan itu aku cenderung masih ragu bahkan canggung dengan semuanya termasuk dengan  murid-muridku
            Sampai datanglah seorang anak cantik bernama Miena, dia merupakan ketua PMR di SMP N 6 Purwokerto, sifatnya jauh lebih tenang untuk anak seusia dia, berbeda jauh dari tingkah teman-temanya, berpawai tenang, anggun dan sangat sopan kepada gurunya, acara jumbara tingkat kabupaten Banyumas kurang lebih berlangsung antara 3-4 hari sebuah waktu yang sangat cukup untuk aku lebih mengenal murid-muridku termasuk Miena, terlebih lagi Miena merupakan ketua, secara otomatis dia lebih dekat dengan aku.
`           Sebagai seorang ketua Miena cenderung diam, dia lebih bisa mencontohkan segala hal yang baik terhadap anggotanya, bukan dengan cara nada keras namun dengan cara mencontohkan. Kelemah-lembutan itu yang masih sangat hangat terasa hingga sekarang,
            Pernah pada suatu hari ketika itu ada lomba Pramuka, dan ternyata Miena belum datang, Bu Sarti sebagai Pembina menelepon, Miena tidak bisa berangkat dengan alasan ibunya sedang sakit dan tidak ada yang menunggui, aku berpikir ketika itu “Wah Miena anak yang berpakti kepada orang tua”, namun karena Miena sudah didaftarkan oleh sekolah sehingga tidak bisa diwakilkan kepada yang lainya, ahirnya kita putuskan untuk menjemput Miena di rumahnya, dan aku mendapat tugas untuk menjemput dia, tanpa alamat yang jelas akupun melaju agak kencang dengan sepeda motorku merasa waktu sudah siang, diperjalanan hujan deras aku putuskan untuk memakai mantel, sesampainya di desa Datar aku sms Miena, aku bilang aku sudah di desa itu, rumahmu dimana, setelah agak lama mencari akhirnya ketemu juga dengan Miena, Sebuah senyuman ciri khas anak itu menyambutku dengan muka agak tegang. Diperjalanan kita ngobrol banyak dari mulai sisilah kelurga hingga hingga urusan percintaan Miena, Hahaha,,,, Tumben, namun itulah Miena kadang bisa sangat tertutup tapi juga kadang bisa sangat terbuka dalam bercerita.
Kenangan itu yang sulit aku lupakan bersamamu Miena,  hurus aku akui aku kehilangan murid sepertimu. Selamat jalan semoga segala kebaikan selalu mengiringmu.
Kupersembahakn puisi ini untukmu

Meski aku bukan pendidik yang baik
Namun aku menyayangi kalian
Sebagai guru, sebagai kakak bahkan sebagai teman
Meski kadang aku rewel terhadap kalian
Dan tak jarang dikatakan galak
Namun aku selalu rindu
Sebagai embun yang menandai pagi
Sebagai rembulan yang menyinari bumi
Sebagai karang yang memecah ombak

Meski aku masih jauh dari kata sempurna
Namun dari jauh aku selalu memperhatikan kalian
Sebagai apapun itu,
Demi kelak bisa melihat kalian menggapai mimpi-mimpi
Termasuk di dalamnya kamu Miena.

2 February 2015


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Majalah Banyumasan Ancas

Majalah ANCAS adalah majalah bulanan. ANCAS merupakan majalah pertama di wilayah Banyumas yang menggunakan bahasa Jawa Banyumasan. Terbitnya majalah ANCAS dilatarbelakangi oleh keprihatinan para pendiri ANCAS atas fenomena semakin hilangnya bahasa Banyumasan sebagai ciri khas budaya Banyumas yang cablaka, terutama dikalangan anak-anak muda Banyumas. Berdirinya majalah ANCAS tak lepas dari peran “orang-orang” Yayasan Sendang Mas. Organisasi ini pernah membidani transformasi Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Banyumas menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3. Setelah mengawal sekolah ini hingga berstatus negeri, salah satu anggota, Ahmad Tohari ngotot mempertahankan lembaga tersebut. Dia mengusulkan untuk menerbitkan sebuah media guna membantu pemerintah melestarikan bahasa dan sastra daerah. Atas prakarsa orang-orang tersebut, mereka kemudian melakukan musyawarah untuk merintis penerbitan media cetak dengan menggunakan bahasa Banyumasan dalam format majalah yang terbit

Sejarah Desa Gerduren

Sejarah desa Gerduren tidak bisa dilepaskan dengan sejarah lengger di desa tersebut, pada zaman dahulu kira-kira tahun 1813 daerah Gerduren digunakan sebagai tempat penggembala kerbau dari hulu sampai hilir sepanjang luas daerah tersebut, dahulu daerah tersebut dialiri oleh Sungai Tajum. Karena daerahnya sangat subur dekat dengan aliran sungai, maka penguasa Pasir Luhur pada saat itu, R. Tumenggung Tejakusuma memanfaatkan daerah tersebut untuk menggembala kerbau dan mengembangbiakannya, yang bertugas merawat dan mengawasi di daerah tersebut bernama Mbah kasut, orang asli dari Pasir Luhur. Pada awalnya Mbah Kasut di daerah tersebut hidup sebatang kara karena merasa kesepian namun tugas itu tidak mungkin untuk ditinggalkan sebagai bentuk pengabdian kepada penguasa setempat, maka beliaupun memanggil istri dan saudara-saudaranya untuk tinggal di daerah tersebut, orang pertama yang menginjakan kaki di desa tersebut menurut cerita yang berkembang di masyarakat adalah Mbah Kasut. Aktiv

Bila Tiba Waktu Berpisah

Di bawah naungan langit biru dengan segala hiasannya yang indah tiada tara Di atas hamparan bumi dengan segala lukisannya yang panjang terbentang Masih kudapatkan dan kurasakan Curahan  rahmat dan berbagai ni'mat Yang kerap Kau berikan Tapi bila tiba waktu berpisah Pantaskah kumemohon diri Tanpa setetes syukur di samudera rahmat-Mu Di siang hari kulangkahkan kaki bersama ayunan langkah sahabatku Di malah hari kupejamkan mata bersama orang-orang yang kucintai Masih kudapatkan dan kurasakan Keramaian suasana dan ketenangan jiwa Tapi bila tiba waktu berpisah Akankah kupergi seorang diri Tanpa bayang-bayang mereka yang akan menemani Ketika kulalui jalan-jalan yang berdebu yang selalu mengotori tubuhku Ketika kuisi masa-masa yang ada dengan segala sesuatu yang tiada arti Masih bisa kumenghibur diri Tubuhku kan bersih dan  esok kan lebih baik Tanpa sebersit keraguan Tapi bila tiba waktu berpisah Masih adakah kesempatan bagiku Tuk membersih